BIGNEWS.ID – Untuk meningkatkan manajemen Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Rutan maupun Lapas, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) menerapkan Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana (SPPN), termasuk pada seluruh Satuan Kerja Pemasyarakatan di Lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Banten.
SPPN hadir sebagai pedoman penilaian perilaku setiap warga binaan, yang dapat digunakan sebagai data, untuk mendukung dalam pelaksanaan hak-hak dan program bagi warga binaan pemasyarakatan.
Memberikan materinya kepada seluruh peserta yang hadir meliputi perwakilan seluruh UPT Pemasyarakatan di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Banten, Kepala Divisi Pemasyarakatan yang bertindak sebagai narasumber menjabarkan, SPPN hadir berawal dari adanya Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan.
Revitalisasi Pemasyarakatan ini hadir menjawab kebutuhan akan adanya tolak ukur atas terlaksananya Program Pembinaan. Dengan kehadiran SPPN akan menghasilkan tolak ukur berupa kuantitas dan kualitas dari pelaksanaan pembinaan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan.
“Pemasyarakatan di Indonesia diklasifikasikan lapas menjadi tiga jenis, yaitu Maximum, Medium, dan Minimum yang jelas memiliki core bussiness yang berbeda – beda,” ujarnya saat memberikan materi pada Sosialisasi Teknis Pemasyarakatan dalam rangka Peningkatan Kapasitas Petugas Pemasyarakatan untuk terwujudnya Kuantitas dan Kualitas Pembinaan Narapidana dalam Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana (SPPN) pada Lapas/LPKA/Rutan Wilayah Banten, Jumat (21/10/2022).
Ia menjelaskan Lapas Maximum Security bertumpu pada adanya kesadaran dari Warga Binaan Pemasyarakatan akan kesalahannya. Hal ini akan diukur dari jumlah WBP yang dapat dipindahkan pada Lapas Medium. Kedua Lapas Medium Security yang menjadi Core Bussiness adalah keterampilan dengan indikator keberhasilan, yaitu jumlah Narapidana yang memiliki keterampilan.
Terakhir, Lapas Minimum Security. Pada lapas ini diutamakan produktivitas dari warga binaan, dengan jumlah produk yang dihasilkan sebagai indikator utama keberhasilannya.
“Oleh karena itu, untuk mendukung Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan ini, apabila dari Lapas sudah didapatkan data Narapidana yang memiliki hasil minimum risiko dan telah memiliki keterampilan berdasarkan asesmen dan litmas oleh PK Bapas, maka pindahkan ke Lapas Terbuka Kelas IIB Ciangir sebagai Lapas Minimum Security,” tuturnya
Menutup pemaparannya, Masjuno menekankan fungsi SPPN sebagai bukti atas kinerja Lapas/Rutan dalam pelaksanaan program pembinaan sehingga ada data secara kuantitas dan kualitas dari pelaksanaan pembinaan tersebut.
“Penting juga bahwa semakin banyak Wali Pemasyarakatan di Lapas, maka semakin baik dan semakin terukur dari pelaksanaan Program Pembinaan yang ada,” Pungkasnya.
(Red)